Dekolonialisasidan masa depan konflik Israel-Palestina

Dekolonialisasi

Yara Hawari, aktivis, akademisi, dan kolumnis Palestina, menjelaskan bahwa perjuangan rakyat Palestina sejak awal merupakan dekolonialisasi dan kemerdekaan. Namun, sejak 1970-an, misi itu perlahan dikerdilkan jadi sebatas penentuan bentuk negara yang ideal.

Calon Gubernur Kalimantan Utara 2024-2029 Pilihanmu
2127 votes

“Dahulu, Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) memandang gerakan antikolonialisme dan kemerdekaan sebagai perjuangan yang saling terkait dan mereka menetapkan Israel sebagai rezim kolonial,” kata Hawari, pengamat senior Al-Shabaka, sebuah jaringan intelektual dan masyarakat sipil Palestina.

Baca Juga :  Barbados Resmi Akui Palestina Sebagai Negara

Menurut dia, upaya memindahkan fokus ke perdebatan mengenai bentuk negara justru “menghancurkan misi dekolonialisasi” yang dikehendaki rakyat Palestina.

Dalam sesi diskusi virtual berjudul Imagining the Way(s) Forward–Part 1 Palestinian Thought Leader, Hawari mengutip pemikiran sebuah artikel ilmiah berjudul Decolonization is not a metaphor–“Dekolonialisasi Bukan Metafor” yang ditulis oleh dua akademisi, Eve Tuck dari State University of New York at New Paltz dan K. Wayne Yang dari University of California, San Diego.

“Dekolonialisasi membahas mengenai repatriasi (pengembalian, red.) lahan dan pemulihan kehidupan masyarakat asli; (dekolonialisasi, red.) ini bukan sebuah metafor untuk tujuan-tujuan lain selain meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan pendidikan.  Tujuan dekolonialisasi adalah keadilan sosial, cara pikir yang kritis, dan pendekatan yang tidak lagi terpusat pada perspektif penjajah,” tulis Tuck dan Yang sebagaimana disampaikan oleh Hawari.

Baca Juga :  Ratusan Pemukim Yahudi Serbu Masjid Ibrahimi di Hebron

Beranjak dari pemahaman itu, Hawari menyebutkan ada tujuan yang riil dari dekolonialisasi, yaitu pengembalian kedaulatan rakyat Palestina melalui pemulihan hak-hak mendasar, termasuk pengembalian akses terhadap tanah, air, dan sumber daya lain yang menjadi lahan penghidupan masyarakat.

Namun, tuntutan dekolonialisasi bukan sesuatu yang mudah untuk dibicarakan di meja runding, apalagi jika penengahnya merupakan sekutu dekat salah satu pihak.

Baca Juga :  Barbados Resmi Akui Palestina Sebagai Negara

Oleh karena itu, komunitas internasional, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, Dewan Keamanan PBB, organisasi di kawasan seperti Liga Arab, dan Organisasi Kerja Sama Islam, seharusnya jadi kelompok-kelompok yang lebih berperan untuk mengupayakan resolusi konflik Israel-Palestina yang lebih berkeadilan. Artinya, siapa pun yang akan jadi penengah harus berpihak bukan pada salah satu negara, melainkan pada prinsip-prinsip kesetaraan, keadilan, dan kemanusiaan. (ant)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *