Pandemi Covid-19, Kemen PPPAP Soroti Anak-Anak Rentan Jadi Korban Eksploitasi dan Pornografi di Ranah Daring

JAKARTA – Ditengah pandemi global Covid-19, tak hanya menghambat sektor budaya sosial dan ekonomi saja. Dampak cukup besar bagi anak-anak dengan kebijakan untuk belajar dari rumah yang harus dijalani, membuat mereka mengakses internet atau gawai lebih lama.

Hal ini dikhawatirkan menimbulkan masalah pada anak, baik dari sisi kesehatan, maupun sosial. Sebab, anak juga dinilai sangat rentan terpapar konten pornografi dan terancam menjadi korban eksploitasi di ranah daring.

Calon Gubernur Kalimantan Utara 2024-2029 Pilihanmu
1542 votes

Pendiri Yayasan Sejiwa, Diena Haryana mengungkapkan, sebanyak 95,1 persen remaja SMP dan SMA ditiga kota besar di Indonesia, yaitu DKI Jakarta, DI Yogyakarta, dan Aceh telah mengakses situs pornografi dan menonton video pornografi lewat internet.

Bahkan, berdasarkan data Menkes dan Kemdikbud pada 2017 silam. 0,48 persen diantaranya diketahui teradiksi ringan, dan 0,1 persen teradiksi berat. Tentu ini juga menunjukan semakin canggihnya teknologi digital di suatu wilayah, maka semakin mudah bagi anak-anak tersebut untuk mengakses pornografi.

“Hal ini sangat mengkhawatirkan, mengingat kecanduan pornografi pada anak memilki dampak lebih berbahaya dari Napza karena dapat merusak 5 bagian otak manusia. Salah satunya Pre Frontal Cortex (PFC) sebagai bagian penting pengontrol fungsi moral untuk membedakan hal baik dan buruk, merencanakan kehidupan ke depan, dan mengambil keputusan,” kata Diena.

Baca Juga :  Dampak Psikologis saat Gerhana

Diena menambahkan, rasa jenuh, kesepian, marah, stres, dan lelah seringkali menjadi faktor penyebab anak mengakses konten negatif di internet. Ia juga berharap peranan orangtua sebagai pendampingan, melalui pembatasan waktu bagi anak dalam mengakses gawai yang maksimal 4 jam untuk anak usia 16 hingga 18 tahun, kemudian 3 jam untuk usia 13 hingga 15 tahun dengan jeda istirahat setiap 30 menit. Serta harus dilengkapi dengan parental control.

“Untuk itu, anak-anak harus melakukan sesuatu untuk melepaskan perasaan negatif yang dirasakan, seperti berolahraga, menjalin komunikasi intens dengan orangtua, dan bermain terkait hal positif dengan teman. Jadilah netizen unggul dengan menjadi anak yang tangguh dengan membangun kepribadian CBR (Cerdas, Berkarakter, Mandiri) dan mampu menolak segala bentuk godaan negatif, semua harus dimulai dari diri kalian,” tambahnya.

Menyikapi fenomena tersebut, Asisten Deputi Perlindungan Anak dalam Situasi Darurat dan Pornografi Kemen PPPA, Ciput Eka Purwanti mengungkapkan, sudah semestinya anak dijaman sekarang ini menjadi netizen unggul, tangguh dan yang penuh dengan rasa empati terhadap sekitarnya, terutama di masa pandemi ini. Dengan begitu anak akan lebih kuat dalam menghadapi ancaman dan terlindungi dari bahaya pornografi dan eksploitasi di ranah daring.

“Anak-anak harus memiliki ketangguhan dalam melindungi diri dari kecanduan konten pornografi, dengan mengatur waktu dalam beraktivitas, kapan harus lepas dari gawai, serta beralih melakukan hal positif seperti olahraga, membantu orangtua atau aktivitas lainnya. Begitu juga orangtua harus memiliki sistem pengaman dalam mendampingi anak saat mengakses internet,” ujar Ciput saat Batch 2 Webinar Series Teman Anak, Jumat (26/6/2020).

Baca Juga :  Marak PMI Kabur Gaji Tak Sesuai, Faktanya Memang Tak Prosedur

“Kami harap anak-anak bisa menerima sistem keamanan ini, tujuannya bukan untuk mengintervensi hak kalian, tapi untuk melindungi anak-anak dari bahaya eksploitasi dan pornografi yang mengancam dalam jangka panjang,” sambungnya.

Ciput menjelaskan, pentingnya kontribusi anak untuk berpikir kreatif dan membuat konten positif dalam menyebarkan informasi, serta mengajak sesama teman menciptakan internet sehat dan aman bagi anak.

“Jadilah pelopor dan pelapor sebagai netizen unggul berkarakter yang berani melaporkan berbagai konten yang mengandung unsur eksploitasi dan pornografi agar tidak ada lagi anak yang bisa mengakses dan terpapar hal negatif. Selain itu, kita harus memerangi penyebaran berita bohong dengan menunjukan kebenaran berita yang didapat ke sesama teman. Semua ini bertujuan demi mewujudkan anak sebagai netizen unggul yang memiliki empati pada lingkungannya,” jelasnya.

Sementara itu, Koordinator Penelitian End Child Prostitution, Child Pornography, Trafficking of Children for Sexual Purposes (ECPAT) Indonesia, Deden Ramadani menuturkan, dalam dunia internet tidak semua orang melakukan hal baik, beragam kejahatan juga kerap dilakukan yang mengancam anak. Misalnya saja predator anak, cyber bully, pembobol akun atau hacker, penyebar berita hoaks, pengguna akun palsu dengan identitas orang lain, dan kejahatan serupa lainnya.

Baca Juga :  Dampak Psikologis saat Gerhana

“Orang jahat inilah yang harus kita tumpas dengan menjadi jagoan internet. Caranya kita bisa menjadi jagoan internet dengan terapkan 3T (Tahu, Tanggap, dan Terampil). Di antaranya yaitu mengetahui bahaya apa saja di internet dan cara mengurangi resikonya dengan bersosial media yang aman, tidak membagikan informasi pribadi apapun ke publik, selektif memilih teman dan berani menolak orang asing, ceritakan ke orangtua kalau ada keanehan di internet, dan mengaktifkan fitur keamanan tambahan saat menggunakan internet,” tuturnya.

Deden juga menekankan, anak harus tanggap terhadap situasi bahaya di internet dan berani melaporkannya. Jika bahaya terjadi pada teman mereka, anak harus bantu menenangkan dan melaporkan kepada pihak-pihak yang dipercaya, seperti orang tua atau orang dewasa lain. Lalu, mendampingi teman untuk melaporkan kepada lembaga terpercaya, seperti Kemen PPPA, Kemensos, ECPAT Indonesia, Dinas PPPA, agar mendapatkan solusi terbaik dari masalah tersebut.

“Anak-anak juga dapat memanfaatkan internet secara positif dengan membuat karya kreatif seperti kampanye digital melalui konten baik foto, video atau rekaman suara terkait infomasi positif yang didapat, seperti internet aman untuk anak. Jika menemukan konten negatif terkait anak di media sosial, sebagai jagoan internet kalian juga bisa melaporkannya dengan mengklik Report (buat laporan),” tandasnya.(*)

Editor : Yogi Wibawa

Sumber : Publikasi dan Media Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *