Mahar Politik Pilkada, Isu Atau Fakta?

Oleh : Suryani S.E, M.Pd
(Ketua Bawaslu Provinsi Kalimantan Utara)

GELOMBANG gejolak politik terasa makin ramai menjelang penjaringan dan pendaftaran para calon Gubernur dan Wakil Gubernur serta Bupati dan Wakil Bupati di berbagai Kabupaten yang dilakukan oleh partai politik di Provinsi Kalimantan Utara pada gelaran pilkada serentak tahun 2020. Berbagai iklan, baliho serta pemberitaan di media sosial pun bermunculan.

Calon Gubernur Kalimantan Utara 2024-2029 Pilihanmu
1590 votes

Beragam percakapan politik pada setiap kalangan masyarakat pun ramai menghiasi, mulai dari barisan pendukung, pengamat, kalangan PNS sampai para petani dan pedagang kaki lima yang mengutarakan pendapat serta harapannya akan sosok pemimpin yang nantinya akan terpilih untuk memimpin daerahnya selama kurun waktu 5 (lima) tahun kedepan.

BACA BERITA TERKAIT:

Namun demikian, di tengah semaraknya kontestasi pilkada serentak ini, masih terdapat misteri yang menimbulkan pertanyaan bagi pengamat atau masyarakat awam. Yakni terkait dengan isu adanya pertukaran sejumlah uang dengan dukungan politik antara bakal calon peserta pemilihan kepala daerah dengan partai politik, atau istilah yang lebih dikenal yaitu adanya mahar politik pada proses pencalonan kepala daerah.

Selanjutnya muncul lah pertanyaan tentang apa yang akan dilakukan Bawaslu? Sebagai lembaga pengawas yang memiliki kewenanganan dalam melakukan pengawasan Pemilu maupun pilkada, tentulah hal ini menjadi sebuah pekerjaan rumah besar yang dimiliki Bawaslu untuk mengungkap kebenaran yang ada pada tataran pelaksanaan, serta bagaimana tindakan hukum bagi pelaku.

Hal ini akan berbanding lurus guna menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap sebuah lembaga pengawas pemilu yang diharapkan dapat menciptakan sebuah kepastian hukum dalam pelaksanaan pengawasan pemilu maupun pilkada.

Sebelum kita membahas lebih jauh terkait dengan peran Bawaslu dalam penindakan terhadap praktik pemberian imbalan oleh calon kepada partai politik pada tahap pencalonan atau biasa dikenal dengan istilah mahar politik, maka terlebih dahulu harus kita ketahui ketentuan aturan larangan serta sanksi terhadap praktek tersebut. Praktik pemberian imbalan oleh calon atau mahar politik diatur dalam ketentuan Pasal 47 ayat (1) Undang – Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang.

Dalam aturan itu disebutkan “Partai Politik atau gabungan Partai Politik dilarang menerima imbalan dalam bentuk apapun pada proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota”. Selanjutnya dalam ketentuan Pasal 47 ayat (4) disebutkan “Setiap orang atau lembaga dilarang memberi imbalan kepada Partai Politik atau gabungan Partai Politik dalam bentuk apapun dalam proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota”. Berdasarkan ketentuan Pasal 47 ayat (1) dan ayat (4) di atas, maka sudah jelas bahwa pemberian imbalan dalam proses pencalonan kepala daerah tidak diperbolehkan.

Bawaslu Provinsi Kalimantan Utara berdasarkan ketentuan Pasal 28 Undang – Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang, memiliki kewenanganan untuk melakukan pengawasan setiap tahapan penyelenggaran salah satunya pencalonan, serta melakukan penindakan terhadap pelanggaran yang terjadi.

Namun pada realitas pelaksanaannya tidaklah sesederhana itu, karena baik partai politik maupun bakal calon yang meminta dukungan kepada partai politik tidak pernah terbuka terkait hal ini. Bakal calon kepala daerah biasanya baru mengungkap praktik mahar politik ini setelah yang bersangkutan gagal menjadi calon kepala daerah. Hal ini juga yang merupakan tugas berat serta tantangan Bawaslu kedepan. Di mana seringkali terkendala pada tahap pembuktian serta tidak pernah ada yang secara terbuka melaporkan terkait hal ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *