Mahar Politik, Calon dan Partai Bisa Disanksi

Fungsi Bawaslu sebagai pengawas pemilu perlu segera memastikan benar tidaknya dugaan tersebut. Untuk menjaga integritas proses dan hasil pemilu diperlukan mekanisme menampung dan menindaklanjuti seluruh keberatan, pengaduan, dan gugatan secara efektif, adil, dan tepat waktu. Legitimasi pemilu dan kepercayaan publik terhadap institusi demokrasi setidaknya atau sebagian tergantung pada bagaimana negara merespons dan menindaklanjuti pengaduan warga masyarakat.

Calon Gubernur Kalimantan Utara 2024-2029 Pilihanmu
1590 votes

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat ikut menelusuri dugaan mahar tersebut. Hal itu dimungkinkan karena pengakuan gubernur aktif yang dikaitkan dengan isu mahar ini memiliki posisi sebagai pejabat negara, terutama ketua-ketua umum partai yang merekomendasikan Parpolnya untuk mengusung gubernur terpilih di Pilgub 2015 lalu. Hal itu sebagaimana diatur dalam pasal 47 ayat 2 UU 10/2016 tentang larangan bagi calon untuk maju kembali di daerah yang sama jika terbukti melakukan praktik mahar politik, sementara telah ada pernyataan atau pengakuan gubernur (petahana) soal pengalaman itu.

Untuk itu Bawaslu harus bekerja sama dengan KPK untuk melacak rekam jejak kandidat Bacalon penyelenggara negara. Selain itu, Bawaslu juga bisa bekerja sama dengan kepolisian dan pihak lain agar mempunyai bekal memberikan sanksi.

Kini persoalannya, apakah dengan sudah adanya dasar hukum melarang beserta implikasinya, praktik ini akan berkurang? Apakah penyelenggara, pengawas, dan penegak hukum dapat memprosesnya hingga tuntas? Apabila praktik penyimpangan, kecurangan, atau pelanggaran cukup banyak terjadi dan tidak tersentuh hukum, maka legitimasi proses penyelenggaraan pemilihan akan dipertanyakan.

Proses pemilu yang kredibel menjadi pondasi bagi pemerintahan yang memiliki legitimasi. Jadi, persoalan mahar politik ini bukan hal sepele yang bisa diabaikan oleh penyelenggara, pengawas pemilu, dan penegak hukum.

Tentu ini jadi tantangan besar Bawaslu dan penegak hukum dalam menghadapinya, memprosesnya, dan menindak jika terbukti praktik ini dilakukan. Menurut hemat saya, penentu pada akhirnya adalah keberanian, kemauan, dan kecanggihan dari Bawaslu dan penegak hukum dalam menghadapi para pelaku. Mereka tidak jarang adalah tokoh dan lembaga yang kuat (powerful).

Ia menilai Bawaslu tidak perlu terfokus pada hal sanksi. Sebab hal itu merupakan sanksi hukuman yang nantinya akan diputuskan pengadilan bila terbukti. Namun, selama proses pemeriksaan tidak dilakukan oleh Bawaslu, hal ini akan terus menjadi pertanyaan publik yang berdampak pula terhadap kredibilitas lembaga tersebut.

Mahar politik jadi pemicu suburnya korupsi yang dilakukan kepala daerah, potensi untuk korupnya tentu sangat besar, sebab guna mencari gantinya. Siapa sih yang mau secara sukarela menghibahkan duit segitu gedenya kalau hanya untuk alasan demi mengabdi yang dijadikan dasar kelogisan alasan, siapa sih yang mau ngorbanin duit segitu gedenya kalau tidak yakin bakal kembali, artinya besar kemungkinan telah direncanakan atau bahkan diniatkan untuk dapat gantinya.

Tapi, masalahnya adalah untuk dapat gantinya itu berapa sih gaji kepala daerah? Kan tidak mungkin berharap dari gaji untuk menutup gantinya, berarti ada sesuatu yang lain dong. Tanpa pengalaman, apa mungkin senekad itu untuk mengeluarkan angka yang luar biasa fantastisnya?

Potensi korupsi ini patut dicurigai dan diwaspadai. Tidak salah jika rakyat curiga, karena gaji kepala daerah tentu tidak sefantastis itu. Lalu uang mahar itu uang siapa? Uang rakyat?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *