Kemen PPPA Waspadai Adanya Kasus KDRT Tersembunyi Sejak Masa Pandemi Covid-19

JAKARTA – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) memberikan perhatian serius terhadap kemungkinan adanya kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang tidak terungkap sejak pandemi Covid-19.Terlebih ketika kebijakan Work From Home (WFH) diterapkan dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kondisi ini bisa diakibatkan oleh hilangnya akses korban KDRT untuk melaporkan kekerasan yang dialami.

Dalam acara Peningkatan Kapasitas Manajemen Penanganan Kasus KDRT dalam Situasi Pandemi Covid-19 Bagi Dinas PPPA/Kelompok Kerja Daerah BERJARAK di Tingkat Kabupaten/Kota Wilayah Indonesia Bagian Timur Melalui Daring. Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Republik Indonesia, Vennetia R. Dannes menyampaikan, jika melihat dari data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) per tanggal 29 Februari hingga 10 Juni 2020 terdapat 787 kasus Kekerasan terhadap Perempuan (Ktp) dan 523 kasus KDRT.

Calon Gubernur Kalimantan Utara 2024-2029 Pilihanmu
1590 votes

“Jumlah kasus ini ada menurun pada periode 1 Januari – 28 Februari 2020 yaitu 1.237 kasus KtP dan 769 KDRT,” ujar Vennetia R. Dannes Rabu (17/6/2020).

Ia menambahkan, meskipun jumlah kasus KtP dan KDRT menurun, hal ini justru menjadi perhatian besar Kemen PPPA. Sebab, dikhawatirkan korban KtP dan KDRT kehilangan akses untuk melaporkan kekerasan yang dialaminya karena takut, ruang gerak menjadi terbatas terutama di wilayah dengan sarana dan prasarana komunikasi serta transportasi yang tidak mendukung dalam mendapatkan akses layanan. Ditambah lagi, jika pusat penyedia layanan belum bisa berfungsi secara optimal.

Baca Juga :  Dampak Psikologis saat Gerhana

“Kondisi ini yang berpotensi menyebabkan laju pertambahan kasus KtP dan KDRT mengalami perlambatan, dari rata-rata 21 kasus KtP per hari sebelum Penetapan Perpanjangan Status Keadaan Tertentu Darurat Bencana (PPSKTDB) menjadi rata-rata 8 kasus per hari sesudah PPSKTDB. Adapun kasus KDRT dari rata-rata 13 kasus per hari sebelum PPSKTDB, turun menjadi rata-rata 5 kasus per hari sesudah PPSKTDB,” ungkapnya.

Lebih lanjut Vennetia menuturkan, meskipun laju pertambahan kasus KDRT mengalami perlambatan sampai 37% dan selisih jumlah kasus mencapai 50% setelah memasuki PPSKTDB dibanding tahun sebelumnya, situasi ini belum dapat dikatakan menggembirakan. Justru diduga tingkat KDRT masih sama banyaknya dengan tahun-tahun sebelumnya.

Menindaklanjuti masalah tersebut, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) melakukan Peningkatan Kapasitas Manajemen Penanganan Kasus KDRT dalam Situasi Pandemi Covid-19 bagi Dinas PPPA dan lembaga penyedia layanan yang diharapkan dapat lebih pro aktif menjemput bola untuk mendapatkan laporan kasus KDRT di wilayah mereka. Adapun lembaga penyedia layanan dimaksud, yaitu Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) atau Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2TP2A) di seluruh Indonesia.

“Kemen PPPA terus berupaya memastikan hak-hak dasar perempuan dan anak selama masa pandemi dapat terpenuhi, di antaranya dengan menginisiasi Gerakan Bersama Jaga Keluarga Kita (BERJARAK) dengan 10 Aksi, melakukan optimalisasi Layanan Psikologi Sehat Jiwa (SEJIWA), membuat Protokol Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan di masa pandemi Covid-19, memberian pemenuhan kebutuhan spesifik bagi perempuan dan anak, serta melakukan sosialisasi dan edukasi melalui berbagai jenis poster pencegahan penularan Covid-19 yang disebar hingga ke tingkat desa,” tuturnya.

Baca Juga :  Marak PMI Kabur Gaji Tak Sesuai, Faktanya Memang Tak Prosedur

Di samping itu, Asdep Perlindungan Hak Perempuan dari KDRT, Ali Khasan mengungkapkan acara Peningkatan Kapasitas Manajemen Penanganan Kasus KDRT yang dilaksanakan secara daring, bertujuan untuk meningkatkan kapasitas kelompok kerja daerah di tingkat Kabupaten/Kota, relawan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, dan tim relawan BERJARAK terkait manajemen penanganan kasus KDRT dalam situasi pandemi Covid-19, serta memastikan ‘hak perempuan dan anak terpenuhi’ sesuai Program Aksi BERJARAK ke-2.

“Kegiatan ini diikuti 144 orang dari unsur Dinas PPPA/Kelompok Kerja (Pokja) Daerah BERJARAK di Wilayah Indonesia Timur yang berasal dari 10 Provinsi yaitu Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat. Tindaklanjut dari hasil kegiatan ini, menjadi tanggungjawab kita bersama agar semua pihak bisa bekerjasama menyosialisasikan di unit masing-masing dan kepada masyarakat. Semua bertujuan agar penanganan kasus KDRT bisa diselesaikan secara optimal sesuai amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga,” pungkas Ali.

Baca Juga :  Dampak Psikologis saat Gerhana

Sementara itu Advokat Perempuan, Sri Nurherwati menyampaikan bahwa masyarakat seringkali terkecoh dan berpikir bahwa akar masalah dari KDRT ini disebabkan karena minuman keras, pornografi, moral yang buruk, pendidikan, status sosial, dan ekonomi. “Pemikiran ini justru yang akhirnya menghilangkan akar masalah sesungguhnya, yaitu budaya patriarki atau atau zero tolerance sebagai ketimpangan relasi antara laki kaki dan perempuan,” ungkap Sri.

Di sisi lain, Pekerja Sosial, Anna Sakreti Nawangsari juga mengungkapkan hambatan yang cukup rumit dalam proses penanganan kasus KDRT, yaitu terjadinya siklus kekerasan yang tidak berujung. Siklus ini dimulai dari fase ketika kekerasan terjadi, pasangan meminta maaf, fase bulan madu atau periode tenang, terjadi ketegangan konflik, dan kembali ke fase terjadinya kekerasan.

“Siklus ini sulit dihentikan karena adanya relasi personal kepada pasangan seperti rasa cinta, kasih sayang, dan kasihan. Hal ini yang membuat rantai KDRT sulit diputuskan. Saat mendampingi dan memberikan konseling bagi korban, petugas pelayanan sosial harus menggali dan memahami siklus ini, serta mengajak korban untuk berpikir lebih rasional dan memetakan kejadian yang dialami,” tandas Anna.(*)

Reporter : Yogi Wibawa
Editor : Ramli

Sumber data dan foto : Publikasi dan Media Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Siaran Pers Nomor: B- 102/Set/Rokum/MP 01/06/2020.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *