Polemik Rapid Test Mahal, Harga Disepakati 5 RS Termasuk RSUD Milik Provinsi

TARAKAN – Meski wajibnya tes kesehatan sebelum melakukan keberangkatan telah dituangkan melalui Surat Edaran (SE) Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 pusat Nomor 7 Tahun 2020 tentang Kriteria dan Persyaratan Perjalanan Orang Dalam Masa Adaptasi Kebiasaan Baru Menuju Masyarakat Produktif dan Aman Covid-19, baik jalur darat, laut hingga udara, persoalan harga rapid test yang dinilai terlampau tinggi juga masih dipersoalkan oleh berbagai pihak.

Menanggapi hal itu, Walikota Tarakan, dr. H. Khairul, M.Kes menyampaikan, harga rapid test Rp 1 juta dan menjadi polemik sekarang ini sejatinya ditetapkan atas dasar kesepakatan bersama oleh 5 rumah sakit yang ada di Tarakan. Diantaranya meliputi Rumah Sakit Umum Kota Tarakan (RSUKT), Rumah Sakit Pertamina, Rumah Sakit AL Ilyas, Rumah Sakit Bhayangkara, termasuk Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) milik Pemerintah Provinsi Kaltara.

“Ya dari masing-masing Rumah Sakit (acuan harga) hasil kesepakatan dan mereka mengajukan. Belinya berapa, termasuk tetek bengeknya disitu, ya keluarlah angka itu. Tapi kan itu sebenarnya patokan harga tertinggi. Kalau ada yang mau kasih turun (harga), dan kasih gratis malah bagus lagi,” ujar dr. H. Khairul, M.Kes kepada benuanta.co.id, Kamis (11/6/2020).

“Walikota kan hanya memberikan edarannya sebagai acuan dari kesepakatan itu, dan yang menjalani itu masing-masing dari rumah sakit itu. Apakah mereka mau menjalankan atau tidak, ya terserah. Kita tidak memaksa juga, termasuk juga orang yang mau melakukan itu di rumah sakit mana saja boleh kan, yang dirasa lebih murah. Ya silahkan saja,” tambahnya.

Baca Juga :  Dugaan Kebakaran di RSUD JSK, Polisi Simpulkan Korsleting Kipas Angin 

Lanjut orang nomor satu di Tarakan ini, ketika virus yang menyerang sistem pernafasan ini mewabah ke masyarakat Tarakan, edaran tersebut praktis dibuat sebagai pedoman melalui Peraturan Walikota (Perwali) untuk penetapan tarif tersebut, yang dipersyaratkan oleh ketentuan.

“Padahal itu (pedoman) dipersyaratkan oleh ketentuan, dan mempersyaratkan itu bukan Walikota juga. Tapi kan dari SE nomor 4, diubah SE nomor 5, dan sekarang SE nomor 7 itu kan persyaratan dari Gugus Tugas Nasional. Tidak betul itu persyaratan dari Walikota, bukan. Itu persyaratan dari pusat,” terangnya.

Diwartakan sebelumnya, salah satu solusi mengatasi mahalnya biaya tes tersebut, kata dr. Khairul, bisa saja jika Gubernur mensubsidikan rapid test gratis ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pemrov Kaltara untuk setiap penumpang.

Baca Juga :  Pj Wali Kota Tekankan Penanganan Volume Sampah Selama Lebaran

“Bisa saja kebijakan Gubernur kasih saja suplai subsidi ke RS Provinsi supaya semua orang yang mau tes itu diarahkan ke sana gratis, jadi rumah sakit lain tidak usah,” katanya.

“Jadi tidak usah berpolemik, gampang saja sebenarnya menurut saya, Gubernur suplai ke Rumah Sakit. Enak begitu dari pada ribut terus masalah harga. Terus terang kalau untuk menanggung (gratis) semua di kita tidak sanggup, Pemkot tidak sanggup. Ya mestinya kalau provinsi yang mempersoalkan, menurut saya provinsi yang menyuplai ke rumah sakit. Tidak usah berpolemik,” tandasnya.(*)

Reporter : Yogi Wibawa
Editor : Ramli

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

3 komentar

  1. Sangat berat buat masyarakat yang benar-benar ada keperluan. Saat ada musibah seperti ini. Sungguh tidak bijak. Mungkin harus dipertimbangkan lagi.

  2. Sebaiknya dipertimbangkan kembali klo 1jt biaya rapit tes itu lebih bijak buat masyarakat apalagi dlm kondisi saat ini

  3. Kasihani masyarakat kecil…..kemana2 g bisa…dengan repid test semahal itu…
    Mencari penghasilan udah susah….
    Sekarang lebih…parah lagi…dengan repid test semahal itu….kasihani orang g punya….ku…mohon…