TARAKAN – Jaminan kesehatan adalah hak setiap warga negara yang harus dipenuhi oleh negara. Kesehatan sebagai hak harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh rakyat Indonesia melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat. Hal ini tercantum dalam pasal 28 H ayat (1) dan (3) serta pasal 34 ayat (2) dan (3) UUD 1945 yang menjamin hak atas kesehatan dan jaminan sosial bagi warga negara atau penduduk. Serangkaian peraturan didalam Undang-undang tentang kesehatan mengisyaratkan bahwa setiap individu, masyarakat, dan keluarga berhak memperoleh perlindungan kesehatan dan negara bertanggung jawab memastikan terpenuhinya hak hidup sehat bagi penduduknya. Namun kesehatan sebagai hak yang harus dipenuhi oleh negara tersebut, dalam pelaksanaannya telah berubah menjadi sebuah kewajiban.
Pada Selasa (05/05/2020), Presiden Joko Widodo telah meneken aturan baru tentang jaminan Kesehatan. Pemerintah kembali menaikkan besaran iuran BPJS Kesehatan, padahal sebelumnya Mahkamah Agung (MA) telah membatalkan Peraturan Presiden No 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden No 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan melalui Putusan Mahkamah Agung No. 7/P/HUM/2020. Presiden Joko Widodo justru mengeluarkan Peraturan presiden No 64 Tahun 2020 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden No 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan. Peraturan yang baru ini memiliki substansi yang sama dengan peraturan yang telah dibatalkan MA sebelumnya yaitu tentang kenaikan iuran BPJS.
Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) mengecam tindakan yang dilakukan oleh pemerintah. LMND menilai pemerintah seolah mempermainkan rakyat yang menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan sejak awal. “Semenjak bergulirnya wacana kenaikan iuran BPJS hingga diberlakukannya Perpres 75 Tahun 2019 pada Januari lalu, LMND telah melakukan gelombang protes dan aksi di daerah-daerah sampai pusat sebagai bentuk penolakan atas kenaikan iuran Kesehatan tersebut. Bahkan LMND menawarkan satu konsep sebagai solusi atas carut-marutnya pengelolaan jaminan kesehatan oleh BPJS yaitu JAMKESRATA (Jaminan Kesehatan Rakyat Semesta),” terang Ketua LMND Tarakan, Moh. Aswan.
Melalui kebijakan yang baru tersebut, pemerintah menaikkan iuran kesehatan di tengah pandemik yang melanda Indonesia justru akan menambah kesengsaraan terhadap masyarakat. Pasalnya, saat ini ribuan rakyat mengalami PHK dan sebagian dirumahkan, pendapatan ekonomi tidak ada, kebutuhan hidup sulit terpenuhi, dan beragam kebutuhan lainnya tidak terjangkau, maka semakin memperburuk kehidupan rakyat. Semangat pemerintah menaikkan iuran kesehatan sebagai solusi atas menganganya defisit anggaran dalam tubuh BPJS telah menyalahi amanat konstitusi yang mendorong untuk menyejahterahkan kehidupan rakyat seluruh Indonesia. Dengan kebijakan ini, pemerintah akan berupaya memalak dan mencuri uang rakyat untuk menutupi kesalahan pengelolaan yang dilakukan oleh BPJS dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang baik dan berkualitas.
Jaminan Kesehatan Nasional yang dijalankan oleh BPJS Kesehatan mengalami defisit anggaran setiap tahunnya hingga puluhan triliun. Pemerintah telah memberikan dana talangan sebagai solusi untuk menutupi defisit yang terjadi dalam BPJS. Namun kenyataannya suntikkan dana yang begitu besar tidak mampu menyelesaikan masalah yang melilit BPJS Kesehatan. Selain itu, persoalan BPJS Kesehatan tidak hanya defisit anggaran, namun terletak juga pada tata kelola yang carut-marut. Semrawutnya data kepesertaan, absennya tindakan tegas terhadap ribuan badan usaha yang tidak membayar dan menjamin tenaga kerjanya serta minimnya pemberian sanksi bagi pelayanan kesehatan dan juga BPJS Kesehatan sendiri.
Hingga saat ini, pemerintah dan BPJS Kesehatan masih belum membuka hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap BPJS Kesehatan kepada publik. Dokumen hasil audit terkesan ditutup-tutupi dan belum dijelaskan secara memuaskan penyebab terjadinya defisit anggaran.
“Konstitusi kita menegaskan bahwa Kesehatan adalah hak dasar setiap warga negara. Olehnya itu, tidak boleh ada seorang pun warga negara yang tidak mendapatkan layanan Kesehatan yang baik dan berkualitas apalagi hanya karena faktor biaya,” tegas Aswan.
Maka dengan ini Eksekutif Kota Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi Tarakan (EK-LMND Tarakan) menuntut sebagai berikut:
1. Segera Cabut dan Batalkan Perpres Nomor 64 tahun 2020 yang mengatur kenaikan iuran BPJS karena bertentangan dengan UUD 1945 khususnya pasal 28 H dan 34 ayat (1) dan (2).
2. Mendesak kepada pemerintah untuk mengumumkan hasil audit atas defisit anggaran BPJS secara terbuka dan transparan.
3. Cabut UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS dan bubarkan BPJS karena telah gagal memenuhi amanat konstitusi dalam menyelenggarakan kesehatan yang berkualitas dan berperikemanusiaan
4. Mendorong pemerintah untuk segera mewujudkan Jaminan Kesehatan bagi seluruh Rakyat Indonesia dengan konsep (JAMKESRATA).
5. Mendorong pemerintah untuk segera membangun kemandirian industri kesehatan nasional.(*)
Sumber: LMND Tarakan
Editor : M. Yanudin