TARAKAN – Selain Surat Edaran (SE) Nomor M/6/HI.00.01/V/2020 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Tahun 2020 di Perusahaan Dalam Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) juga menginstruksikan Kepala Daerah tingkat Provinsi maupun kabupaten dan kota untuk membuka posko pengaduan THR. Hal ini diharapkan agar pelaksanaan pemberian THR keagamaan tahun 2020 ini berjalan efektif.
Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Tarakan, Budiono mengatakan, bagi pekerja yang THR-nya tak dibayarkan perusahaan, bisa mengadu ke posko pengaduan THR yang tersedia di kantor Disnaker Tarakan.
“Mulai hari ini kami buka, untuk yang melapor itu bisa dilakukan pada saat jam kerja. Mulai jam 8 pagi hingga setengah 4 sore,” ujar Budiono kepada benuanta.co.id, Rabu (13/5/2020).
Surat edaran Kemenaker ini juga menjelaskan soal dialog antara pengusaha dan pekerja dapat menyepakati beberapa hal. Antara lain, bila perusahaan tidak mampu membayar THR secara penuh pada waktu yang ditentukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, maka pembayaran hak pekerja tersebut dapat dilakukan bertahap.
Namun, Menaker menyarankan kepada perusahaan untuk membuka secara transparan kondisi keuangannya berdasarkan laporan keuangan internal. Guna berdialog secara bipartit dengan pekerja.
Kemudian bila perusahaan tak mampu membayar THR sama sekali pada waktu yang ditentukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, maka pembayaran THR dapat dilakukan penundaan sampai jangka waktu tertentu yang disepakati. Demikian juga waktu dan cara pengenaan denda keterlambatan pembayaran THR.
“Kami panggil manajemen perusahaanya, dipertemukan dengan pekerjanya. Lalu kami jelaskan peraturanya, dan melakukan dialog untuk mencari solusi terhadap yang bersangkutan,” terangnya.
Secara aturan sesuai dengan surat edaran, untuk memastikan kesepakatan mengenai waktu dan cara pembayaran THR keagamaan dan denda terhadap pekerja.
Budiono menegaskan, hal ini tidak menghilangkan kewajiban pengusaha untuk membayar THR dan denda kepada pekerja atau buruh dengan besaran sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, serta dibayarkan pada tahun 2020. “Aturanya harus tetap dibayar, tidak boleh dipangkas,” tegasnya.
Sedangkan untuk sanksi, Ia menjelaskan hal tersebut sudah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan. “Sanksi di Peraturan Pemerintah (PP) ada, di Pemenakernya, edaran Kemenaker, edaran Gubernur, ditambah lagi edaran Walikota. Jadi dasarnya ini kuat sekali. Untuk sanksi ke perusahaan itu ada macam-macam, dan nanti berkaitan dengan pengawas ketenagakerjaan Provinsi, tapi kami selalu koordinasi dengan mereka. Karena yang punya penyidik itu di provinsi,” ungkapnya.
Diwartakan sebelumnya, Budiono juga mengingatkan pengusaha untuk tepat waktu membayarkan THR Keagamaan kepada pekerjanya. Serta menekan agar seluruh perusahaan memberikan THR secara penuh, tanpa dicicil.
Perlu diketahui, THR keagamaan ini juga sudah diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) RI Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja atau Buruh di Perusahaan.
Permenaker itu merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) RI Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, yang salah satunya mengatur tentang denda jika perusahaan terlambat membayarkan THR dan sanksi administratif bagi yang tidak membayar.
“Seharusnya kan 100 persen gaji, namun kondisi perusahaan juga dimungkinkan ya, dalam surat edaran. Tapi kita tetap dorong perusahaan agar tetap membayar itu (THR) full satu bulan gaji,” ujarnya.(*)
Reporter : Yogi Wibawa
Editor : M. Yanudin