TARAKAN – Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Nomor M/6/HI.00.01/V/2020 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2020 di Perusahaan Dalam Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) telah terbit.
Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Tarakan, Budiono mengingatkan pengusaha untuk tepat waktu membayarkan Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan kepada pekerjanya. Serta menekan agar seluruh perusahaan memberikan THR secara penuh, tanpa dicicil.
Perlu diketahui, THR keagamaan ini juga sudah diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) RI Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja atau Buruh di Perusahaan.
Permenaker itu merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) RI Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, yang salah satunya mengatur tentang denda jika perusahaan terlambat membayarkan THR dan sanksi administratif bagi yang tidak membayar.
“Seharusnya kan 100 persen gaji, namun kondisi perusahaan juga dimungkinkan ya, dalam surat edaran. Tapi kita tetap dorong perusahaan agar tetap membayar itu (THR) full satu bulan gaji,” ujar Budiono kepada benuanta.co.id, Rabu (13/5/2020).
“Jadi bukan dicicil. Contohnya nanti itu 70 persen berupa dana, 30 persen berupa voucher belanja. Yang penting kesepakatan di antara mereka (perusahaan dan karyawan),” sambungnya.
Lanjut Budiono, saat ini pihaknya juga sudah membuat surat edaran sebagai sosialisasi terhadap perusahaan dan para pekerja. Sebab, hal ini dianggap penting untuk mengetahui perusahaan mana saja yang menyanggupi THR karyawan dibayar penuh, sesuai regulasi.
“Ini baru kami buat surat edaran dan baru ditandatangani Walikota, nanti akan kami sebarkan ke rekan-rekan (wartawan) dan perusahaan. Dari edaran itu kami berharapkan mereka (perusahaan) membuat laporan ke kami. Tujuh hari sebelum lebaran,” terangnya.
Hingga hari ini, ia menuturkan ada beberapa perusahaan saja yang melaporkan kesanggupan untuk membayar penuh THR karyawan ke Disnaker Kota Tarakan.
Secara aturan besaran THR bagi pekerja yang mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, memperoleh THR 1 bulan upah. Sedangkan bagi pekerja yang mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus menerus namun kurang dari 12 bulan, besaran THR yang diberikan secara proporsional. Sesuai dengan perhitungan yang sudah ditetapkan, yaitu masa kerja dibagi 12 bulan dikali 1 bulan upah.
Sementara itu, bagi pekerja harian lepas yang mempunyai masa kerja 12 bulan atau lebih, besaran THR juga berdasarkan upah 1 bulan yang dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan.
Sedangkan bagi pekerja lepas yang mempunyai masa kerja kurang dari 12 (dua belas) bulan, upah 1 bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja.
Perlu diketahui, bagi perusahaan yang menetapkan besaran nilai THR dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau kebiasaan lebih besar dari nilai THR yang telah ditetapkan, maka THR Keagamaan yang dibayarkan kepada pekerja sesuai dengan yang tertera di perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau kebisaan yang telah dilakukan.
“Secara tertulis ada 3 perusahaan dan lisan, juga banyak yang belum melakukan pelaporan tertulis. Ada macam-macam perusahaan. Seperti toko-toko, perusahaan cold storage juga ada. Termasuk perusahaan bidang kayu yang sudah menyampaikan kesanggupan untuk membayar penuh, tapi pelaporan masih lisan kebanyakan ini,” ungkapnya.
“Sanksi di Peraturan Pemerintah (PP) ada, di Pemenakernya, edaran Kemenaker, edaran Gubernur, ditambah lagi edaran Walikota. Jadi dasarnya ini kuat sekali. Untuk sanksi ke perusahaan itu ada macam-macam, dan nanti berkaitan dengan pengawas ketenagakerjaan Provinsi, tapi kami selalu koordinasi dengan mereka. Karena yang punya penyidik itu di provinsi,” tutupnya.(*)
Reporter : Yogi Wibawa
Editor: M. Yanudin