TARAKAN – Dr. Ana Sriekaningsih, SE, MM, mencatatkan namanya sebagai pendonor darah yang ke-90 kali pada Senin, 30 Maret 2020 di Tarakan. Di tengah pandemi Covid-19, tidak menyurutkan semangat perempuan 53 tahun ini melakukan aksi sosial yang terhitung sejak 1999 silam.
Dr. Ana, sapaan akrabnya, menyebutkan motivasinya melaksanakan donor darah hingga ke-90 kali karena banyak manfaat yang ia rasakan. Donor darah baik untuk kesehatan tubuh, reproduksi darah berjalan dengan baik dan mengurangi kekentalan darah dalam tubuh, sehingga mengurangi risiko penyakit jantung dan manfaat lainnya.
“Kemudian bagi orang lain, bisa saja menyelamatkan nyawa orang lain yang membutuhkan darah. Dan yang pasti bnyaknya hal positif dalam berdonor darah, itu yan memotivasi saya ingin donor darah,” ujar Dr. Ana kepada benuanta.co.id.
Dr. Ana menceritakan awal mula keinginannya untuk donor darah hingga akhirnya bisa konsisten dari yang pertama kali sampai ke-90 kalinya. Menurutnya, ia sering membaca tulisan mengenai donor darah dan banyak wanita tidak tertarik melakukan donor darah. Alasan pertama yang Dr. Ana temukan kenapa wanita enggan donor darah adalah takut jarum suntik.
“Itu semua hanya sugesti atau perasaan saja. Itulah awal knp saya pengin donor darah, karena banyak wanita beralasan yang saya anggap tak masuk akal,” jelas Dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Tarakan ini.
Berdasarkan pengalaman yang Dr. Ana rasakan, jarum suntik itu sangat kecil dan sakitnya tak seberapa bahkan tak terasa saat dirinya melakukan donor darah untuk pertama kali.
“Dan setelah itu, saya melakukan secara konsisten sehingga hari Senin lalu sudah mencapai 90 kali,” ucapnya dengan penuh syukur.
Di balik donor darah ke-90 kalinya ini, Dr. Ana mempunyai kesan yang tak terlupakan. Diantaranya pertama hendak donor darah ia ditolak karena nadinya kecil sehingga sulit ditemukan. Tak berputus asa, karena penolakan Dr. Ana bersemangat untuk bisa donor darah.
“Supaya berikutnya saya bisa donor maka saya melakukan olahraga rutin, pola makan saya jaga lalu berikutnya saya datang lagi ke PMI, waktu itu Saya sedang puasa Senin-Kamis. Itu ajaran nenek saya, hingga sekarang saya lakukan,” ujarnya.
“Pertama donor dan sedang puasa, harusnya tidak boleh, tapi saya tidak sampaikan pada petugas PMI karena kalau disampaikan pasti tidak boleh. Deg-degan perasaan saya karena takut ditolak lagi, saya berdoa dalam hati semoga lancar, dan saya menjalani pemeriksaan awal sebagai syarat pendonor, nimbang berat badan, pemeriksaan HB, tes tensi, dan semua hasil bagus sesuai standar pendonor,” kisahnya.
Sejak pengalaman donor darah pertama itu, Dr. Ana mulai menjadi pendonor rutin, dan agar jadi pendonor rutin maka ia harus menjalani pola hidup sehat, agar selalu lolos mendonorkan darah di PMI. Dengan cara itu mwnuritnya bersedekah melalui donor darah.
“Terima kasih Tuhan, telah memberikan kesehatan yang merupakan harta tak terhingga, karena olehMu aku boleh berbagi, hingga hari ini. Harapan saya untuk terus melakukan hal baik ini bagi sesama,” harapnya.(*)
Reporter: Ramli
Editor: M. Yanudin