Badan Pertanahan Nasional (BPN) Tarakan punya target yang tak mudah. Pada 2023 mendatang seluruh tanah di Tarakan yang bebas dari sengketa harus memiliki sertifikat resmi dari BPN Tarakan. Kurun waktu tiga tahun, BPN Tarakan harus kerja keras menyelesaikan tugas tersebut. Akankah target itu teralisasi?
Belum adanya jaminan kepastian hukum atas tanah, seringkali memicu terjadinya sengketa dan perseteruan atas lahan di berbagai wilayah di Indonesia. Tak terkecuali Tarakan, yang kerap kali terjadi perselisihan antar warga mengenai sengketa lahan.
Selain di kalangan masyarakat, sengketa lahan ini juga tak jarang terjadi pada pemangku kepentingan seperti BUMN maupun. Maka dari itu, untuk menghindari persoalan saling klaim tersebut, maka diperlukan sertifikat tanah yang sah dengan bukti hukum atas tanah yang dimiiki.
Beberapa tahun silam, pembuatan sertifikat kepemilikan lahan tak semudah yang dibayangkan. Meski ada dinas teknis yang membidanginya, dan lahan bukan dalam ranah sengketa pembuatan sertifikat lahan tetap saja dikeluhkan warga. Pemerintahan era Joko Widodo bergerak cepat mengatasi hal tersebut. Kali ini melalui Kementerian ATR/BPN dengan Program Prioritas Nasional berupa Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), program itu diperkuat dengan Instruksi Presiden (Inpres) No. 2 Tahun 2018.
Dikutip dari laman Tim Komunikasi Pemerintah Kemkominfo, yang bekerjasama dengan Humas ATR/BPN , PTSL adalah proses pendaftaran tanah untuk pertama kali, yang dilakukan secara serentak dan meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftarkan di dalam suatu wilayah desa atau kelurahan atau nama lainnya yang setingkat dengan itu. Melalui program ini, pemerintah memberikan jaminan kepastian hukum atau hak atas tanah yang dimiliki masyarakat.
PTSL yang populer dengan istilah sertifikasi tanah ini merupakan wujud pelaksanaan kewajiban pemerintah untuk menjamin kepastian dan perlindungan hukum atas kepemilikan tanah masyarakat. Selain itu, nantinya masyarakat yang telah mendapatkan sertifikat dapat menjadikan sertifikat tesebut sebagai modal pendampingan usaha yang berdaya dan berhasil guna bagi peningkatan kesejahteraan hidupnya.
Menteri ATR/ Kepala BPN, Sofyan Djalil berharap program PTSL dapat mewujudnyatakan pembangunan yang rata bagi Indonesia. “PTSL ini akan mempermudahkan pemerintah daerah untuk melakukan penataan kota. Kami juga memastikan penerima sertifikat tepat sasaran, yakni para nelayan dan petani serta masyarakat lainnya agar mereka dapat memulai peningkatan kualitas hidup yang lebih baik,” tutur Sofyan.
Menilik kembali ke 2017, Kementerian ATR/BPN berhasil melakukan pengukuran tanah masyarakat sebanyak 5.2 juta bidang tanah atau melebihi target 5 juta yang diberikan. Pencapaian tersebut diraih berkat kerja sama yang baik antar Kementerian, inovasi pelayanan dan teknologi, serta pelibatan dan partisipasi masif oleh masyarakat.
Saat ini dari 126 juta bidang tanah di Indonesia, sebanyak 51 juta bidang tanah telah terdaftar. 79 juta bidang tanah sisanya menjadi target kegiatan pendaftaran tanah, sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Di Kaltara, Bumi Paguntaka-Julukan Kota Tarakan akan menjadi pilot projek Kota Lengkap 2020 di dalam program PTSL oleh BPN Tarakan yang telah dibahas pada Rapat Kerja Daerah (Rakerda) Kantor Wilayah (Kanwil) Pertanahan Kalimantan Timur (Kaltim) awal tahun ini. Mengingat, Kalimanta Utara (Kaltara) belum memiliki kanwil sendiri sehingga masih mengikuti Kaltim.
Kepala Seksi Pengadaan Tanah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Tarakan dan Ketua Program Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) Tarakan, Gindo Maruli Munthe, S.SiT mengatakan dua wilayah kelurahan yang dicanangkan sebagai objek kota lengkap yakni Kelurahan Selumit dan Selimut Pantai. Dua wilayah ini yang sudah dipetakan bidang tanahnya secara lengkap.
“Artinya sudah dipetakan secara lengkap ada petak-petaknya ini punya si A, punya si B, Tarakan tahun ini dapat pengukuran 1.000 bidang dan diharapkan 700 sertiFikat hak atas tanah. Sampai saat ini kita masih berkoordinasi dengan Kanwil Kaltim makanya tidak terlihat Kaltara (dalam program PTSL secara nasional di website Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional karena masih ikut Kaltim),” ungkap Gindo.
Sementara itu Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan Djalil pernah menyebutkan saat pembagian 1.000 sertipikat di Tarakan pada Desember 2019 di Lapangan Tenis Indoor Telaga Keramat, target untuk Tarakan pada 2023 semua bidang tanah sudah bersertipikat. Menanggapi ini, BPN Tarakan pun optimis target itu dapat dicapai.
“Optimis, tahun ini direncanakan kota lengkap, akan lengkap, artinya terpetakan semua, justru Kakanwil mengarahkan kita. Bisa bertambah yang 1.000 ini, ngapain lama-lama. Tarakan pilot project kota lengkap, untuk di Kalimantan belum ada, semuanya sudah terpetakan,” tegasnya.
Pengajuan pun telah disampaikan agar Tarakan menjadi pilot projek kota lengkap. Diakui Gindo, memang masih ada puluhan ribu lagi bidang tanah yang perlu pengukuran. “Optimislah, hasil Rekerda kemarin itu Tarakan menjadi kota lengkap 2020 ini, sudah terpetakan semua bidang tanah di sini,” imbuhnya.
Demi kelancarana wacana Tarakan pilot projek kota lengkap, lanjut Gindo, BPN Tarakan akan menyurati Organisasi Perangkat Daerah (OPD), termasuk dari Ombudsman RI Perwakilan Kaltara, kejaksaan untuk membantu BPN agar wacana ini dapat terwujud dengan baik.
“Ini masih konsep, Tarakan menjadi pilot project kota lengkap, ini didukung juga dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 02 Tahun 2018 tentang percepatan pengukuran tanah sistematis lengkap di seluruh Indonesia,” jelasnya.
Lebih jauh dikatakan Gindo, program PTSL juga melibatkan pemerintah daerah dalam hal menyiapkan surat masing-masing RT dan kelurahan. Soal Inpres ini pemerintah kota dan kabupaten harus menyiapkan peraturan tentang keterkaitan PTSL dalam rangka keseragaman pungutan. Jika di Tarakan berdasarkan Perwali biaya Rp 250 ribu untuk pelaksanaan kegiatan di semua kelurahan.
“Kemudian untuk PTSL ini masih banyak aset-aset pemerintah kota seperti ada puskesmas, poskamling, kita sertipikatkan juga, banyak, ada yang PTSL atasnama pemerintah kota Tarakan. Kemudian pemerintah kota bagaimana menyampaikan informasi dari walikota sampai jajarannya di bawah, pihak kelurahan turut serta membantu ini,” kata dia.
Program PTSL lebih mengutamakan lahan yang tidak ada masalah atau sengketa. Jika terdapat sengketa lahan maka BPN tidak melaksanakan program PTSL tersebut. “Kalau ada yang ribut selesaikan masalahnya, kecuali sudah jadi sertipikat diumumkan, selesaikan di pengadilan yang bermasalah, yang banyak protes hampir ada saja artinya yang komplain, bisa saja dimediasi di kelurahan, dicari solusinya,” terangnya.
Selain itu, partisipasi dan peran masyarakat juga dibutuhkan untuk memperlancar urusan BPN dalam memproses hingga menjadi sertipikat hak atas tanah untuk warga. Seperti warga menyiapkan dokumen yang dibutuhkan.
“Harus ada suratnya KTP, surat tanahnya, PBB-nya, pasang patok batasnya, tidak bermasalah, kita enak tinggal ngukur. Permasalahannya ada sebagian masyarakat merasa tanahnya aman, begitu diukur masuk kawasan hutan kota, akhirnya tidak jadi. Ada kawasan mangrove, WKP, angkatan laut, akhirnya tidak bisa jadi sertipikat, jangan dulu, harus diselesaikan dulu (sengketanya),” pungkasnya.
Namun begitu, program PTSL juga kerap kali dimanfaatkan beberapa oknum untuk mendapatkan keuntungan. Seperti yang dilakukan dua lurah di Tarakan yang terbukti melakukan pungli terhadap warganya saat mengikuti tahapan program PTSL. Akibatnya, dua lurah tersbeut dibekuk polisi dan kini sedang menjalani pemeriksaan di Ispektorat Pemkot Tarakan.
Mengenai hal itu, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Kaltara tak tinggal diam jika mendapatkan laporan dari warga mengenai PTSL. Kepala ORI perwakilan Kaltara, Ibramsyah melalui Kepala Keasistenan Pemeriksaan ORI Kaltara, Syahruddin menjelaskan selain menunggu laporan dari warga pihaknya juga selalu melakukan pantauan melalui media.
“Seperti pada tahn 2018 lalu, pihak kami melakukan pemantaun melalui media dan mendapatkan kabar dari salah satu media mengenai penarikan tarif oleh oknum RT pada program PTSL. Melalui itu, kami langsung turun mencari permasalahan tersebut,” terangnya kepada Benuanta.
Pada tahun 2019, ada beberapa laporan yangmasuk mengenai program PTSL. Laporan tersebut diakuinya didominasi keluhan warga terhadap biaya yang harus dikeluarkan warga untuk mengurus PTSL. “Jadi sejauh ini kami di ombudsman untuk PTSL tergantung laporan,” singkatnya.
Ia berharap pihak – pihak lain tidak memanfaatkan Program PTSL 2020. Sebab, program tersebut sejatinya untuk masyarakat dan bukan untuk kepentingan menambah pundi-pundi pendapatan. Kata dia pihak petanahan, kelurahan, dan RT bisa memahami dengan baik apa yang seharusnya tidak dilakukan dan yang seharusnya dilakukan pada Program PTSL.
“Memasuki 2020 belum ada laporan dari manapun terkait Program PTSL ini,” singkatnya.
Target sertifikasi kepimilikan lahan hingga 2023 yang dikerjakan BPN Tarakan juga merupakan intruksi langsung dari Pemerintah Pusat. Tak lain tujuannya untuk membantu warga dengan ekonomi menengah ke bawah, agar tidak terbebankan dengan biaya yang begitu besar dalam kepengurusan sertifikat kepemilikan lahan. Dengan adanya program tersebut, maka target BPN Tarakan pada 2023 akan dinanti masyarakat Tarakan. (arz/kik)