Kaltara 100% Sabu

Kaltara menjadi salah satu pintu masuk narkotika jenis sabu di Indonesia. Letak Kaltara yang berbatasan dengan negara lain menjadi salah satu penyebabnya. Hal itu didukung dengan 1.200  jalur tikus di perbatasan yang digunakan untuk memasukkan narkoba ke Kaltara. Hingga saat ini, sabu merupakan kasus narkoba paling banyak ditangani di Kaltara.

DATA pengungkapan narkotika oleh BNNP Kaltara setiap tahunnya mengalami peningkatan. Pada 2019, Polda Kaltara dan BNNP Kaltara berhasil mengamankan 110,1 kg narkotika yang keseluruhannya merupakan sabu. Jumlah tersebut terbilang meningkat dibandingkan tahun 2018, sebanyak 105,8 kg sabu.

Sejauh ini, pengungkapan narkotika di Kaltara masih didominasi sabu. Sementara narkotika jenis lain terbilang sangat jauh dari sabu. Hal itu disebabkan harga jual dan pengguna sabu yang sangat tinggi dibandingkan narkotika jenis lain. Tingginya angka pengguna sabu di Kaltara menjadi salah satu penyebab sulitnya pemberantasan.

Terlebih ada 1.200 jalur tikus yang digunakan para pengedar untuk meloloskan barang haram itu dari Malaysia masuk ke Indonesia melalui perbatasan Kaltara. ribuan jalur tikus inilah yang juga menjadi hambatan para pemberantas sabu untuk menekan jumlah peredaran sabu di Kaltara. Meski ratusan kilo setiap tahunnya berhasil diungkap, namun tak menutup kemungkinan setiap tahunnya jumlah peredaran sabu di Kaltara terus meningkat.

Sabu-sabu dari Malaysia ini juga menjadi andalan wilayah lain di Kaltara. seperti Sulawesi dan sebagian pulau Jawa. Buktinya, beberapa pengungkapan sabu di Kaltara para pengedar mengaku membawa sabu ke daerah lain untuk kemabali diedarkan. Hal ini cukup memperihatinkan, lantaran Kaltara terkenal tak hanya sebagai daerah yang berbatasan dengan negara lain, melainkan sebagai daerah pintu masuk narkoba paling subur.

Sebagai daerah pemasok sabu ke daerah lain di Indonesia, Kaltara masuk daerah darurat narkoba di Indonesia. Hal ini tentu berimbas langsung dengan para penduduk di Kaltara, yang selama ini menjadi sasaran para pengedar sabu. Data yang dihimpun BNNP Kaltara, pengguna sabu di Kaltara masuk dalam usia produktif. Parahnya lagi, beberapa kali dilakukan tes urine di SMK/SMA di Kaltara ada beberapa pelajar yang positif menjadi pengguna aktif sabu.

Peredaran sabu telah menjadi momok menakutkan bagi generasi penerus di Kaltara. Sabu seakan tak bisa dihentikan begitu saja, meski BNNP dan Polda Kaltara terus melakukan pemberantasan. Para pengedar kristal mematikan itu terus bermunculan setiap tahunnya. Para pengedar ini pun tak kehilangan akal untuk melakukan penyelundupan barang haram itu.

Baca Juga :  Disperindagkop Kaltara Tinjau Toko Perbatasan Sebatik

Di Kaltara, Nunukan dan Tarakan menjadi dua wilayah yang menjadi fokus BNNP selama ini. Sebab, kedua wilayah ini paling sering digunakan sebagai jalur peredaran sabu. Nunukan, yang berbatasan langsung dengan Malaysia menjadi wilayah utama datangnya sabu di Kaltara melalui jalur perairan maupun jalur darat. Sementara Tarakan sebagai wilayah peredaran sabu terbesar di Kaltara, dan dimanfaatkan sebagian jalur meloloskan sabu ke daerah lain.

Terlepas dari dua wilayah tersebut, peredaran sabu di Kaltara sebenarnya telah masuk di daerah-daerah pelosok. Bahkan peredaran sabunya sudah terjadi sejak lama, serta pengguna yang setiap tahunnya juga mengalami peningkatan. Masuknya sabu di pelosok Kaltara merupakan suatu hal yang membuktikan bahwa peredaran sabu Kaltara sudah sangat mudah, bahkan bisa didapatkan di berbagai daerah.

Benuanta sempat melakukan penelusuran di dua desa di Kaltara, yakni salah satu desa di Bulungan dan salah satu desa di KTT. Dari penelusuran Benuanta, dua desa tersebut terindikasi peredaran sabu yang cukup aktif. Bahkan, para penggunanya berada di usia 25 hingga 40-an tahun. Mirisnya lagi, para pengguna yang sebagian besar merupakan pekerja ini sangat ketergantungan dengan sabu.

Diungkapkan WD, salah seorang pengguna sabu di salah satu desa di KTT, pengguna sabu di desanya cukup banyak. Stok sabu di desanya terbilang cukup untuk para pengguna, sebab setiap kali dibutuhkan sabu-sabu pasti mudah didapatkan. Bahkan, para pengguana bisa membeli sabu hampir setiap hari. “Paling-paling beli setengah gram aja untuk pakai sendiri. Sisanya teman yang pakai, untuk kerja kalau tidak pakai sabu kurang kuat kita kerja,” ungkapnya saat ditemui Benuanta, beberapa waktu lalu.

WD telah menggunakan sabu 10 tahun terakhir untuk menambah staminanya saat bekerja. Pertama kali ia mengenal sabu dari salah seorang rekannya di perusahaan pertambangan 10 tahun lalu. Seperti biasa, awalnya WD hanya coba-coba dan bermaksud menambah stamina saat jam lembur. Seiring berjalannya waktu, WD ketergantungan dengan sabu dan menjerumuskannya menjadi pengguna aktif 10 tahun belakangan.

Baca Juga :  Gubernur Sebut Generasi Muda Kaltara Bisa Bersaing di Skala Global

Setelah memutuskan berhenti dari perusahaan pertambangan, WD sempat berhenti total menggunakan sabu. Namun hal itu tak berjalan lama, sepulangnya ke kampung halaman ia kembali menggunakan sabu. “Waktu pulang itu ngobrol-ngobrol sama teman-teman, ada yang tanya sabu. Saya kira tidak ada yang jual, saya coba beli iseng-isieng ternyata ada yang jual. Tapi kita tidak boleh beli langsung sama pengedarnya, harus lewat perantara tidak masalah yang penting dapat sabunya,” akunya.

Kata WD, meski sempat beberapa kali pengguna dan pengedar sabu dibekuk, namun hal itu tak menghilangkan peredaran sabu di desanya begitu saja. Peredaran sabu di desa ini terbilang tumbuh sejalan dengan meningkatnya jumlah penggunanya. Hal ini merupakan salah satu bagian dari banyaknya desa di Kaltara yang telah dimasuki peredaran sabu.

Dijelaskan Plt Kabid Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat, Hidayat P peredaran sabu di pelosok Kaltara hingga kini masih sulit diberantas. BNNP Kaltara sejauh ini masih mengandalkan peran masyarakat dalam pencegahan sabu. Bahkan, untuk melakukan penelusuran ke beberapa daerah pelosok saja, pihaknya masih kesulitan lantaran sulitnya akses untuk masuk ke suatu daerah yang terindikasi narkoba.

“Peran masyarakat sangat penting di sini, terlebih para pemerintah desanya yang juga harus aktif memerangi narkoba di pedesaan. Tak selalu mengharapkan BNN dan Polri dalam pemberantasan, pemerintah desa juga harus tegas dalam hal pemberantasan narkoba,” tuturnya.

Jika pemerintah desa tidak tegas dengan narkoba, maka tak menutup kemungkinan desa tersebut bakal menjadi sarang narkoba serta bakal sulit untuk ditanggulangi. Terlebih, sabu-sabu setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Pemerintah desa diharapkan dapat menjadi ujung tombak dalam pemberantasan narkoba di pedesaan. Dengan peran pemerintah desa yang mampu menekan narkoba di desanya, maka pengguna bakal berpikir dua kali untuk membeli narkoba. Hal ini tentu berimbas pada para pengedar yang tak lagi memiliki konsumen tetap.

“Saya kira pemerintah desa bisa membuat Perdes tentang narkoba. Tergantung nanti sanksinya seperti apa. Contohnya salah satu desa di Bali telah melakukan peraturan tegas bagi pengguna narkoba. Jika diketahui ada pengguna narkoba, maka langsung dijemput pihak adatnya dan diserahkan ke BNN untuk direhabilitasi,” jelasnya.

Baca Juga :  Kecanduan Judi Slot, Nekat Gasak Uang Temannya Rp 6 Juta

Pengungkapan narkoba di Kaltara sejauh ini masih didominasi sabu. Hal itu juga diikuti dengan jumlah penggunanya yang setiap tahun mengalami peningkatan. Bahkan, Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yang ada di Kaltara, sebagian besar tahanannya merupakan kasusu narkoba.

“Kaltara bisa dibilang 100 persen pengungkapannya sabu. Belum ada narkotika jenis lain yang kita temukan. Kita juga kaget dengan temuan sabu di Bulungan sebanyak 38 kg pada 2019. Ini merupakan hasil tangkapan yang besar selama Kaltara berdiri,” sebutnya.

Dengan temuan tersebut, ia juga meyakini sabu-sabu telah menyebar di seluruh penjuru Kaltara. Maka dari itu, saat ini BNNP Kaltara terus menyuarakan desa dan sekolah bersih dari narkoba (Bersinar). Melalui desa dan sekoah bersinar ini, pihaknya percaya narkoba dapat ditekan semaksimal mungkin. Desa bersinar harus memiliki kegiatan pemberantasan dan penyalahgunaan narkoba di dalam APBD-des.

“Apakah itu dalam bentuk sosialisasi, tes urine kepada ASN nya intinya melakukan kegiatan perlawanan terhadap narkoba,” terangnya.

Di Kaltara sudah ada desa yang berinisiatif untuk membangun desa bersinar, yakni Desa Masful di Sebatik. Desa ini patut diapresiasi lantaran Sebatik sebagai pintu masuk narkoba di Kaltara, pemerintah desanya mampu melakukan perlawanan dengan membentuk desa bersinar yang dapat dicontoh desa lain di Kaltara.

“Kita apresiasi juga kepala desanya yang mengajak masyarakatnya untuk betul-betul memerangi narkoba. Jadi mengajak masyarakatnya untuk tidak menyalahgunakan narkoba, tentu ini yang kita inginkan,” terangnya.

Jika sebagian besar desa di Kaltara turut memerangi narkoba, tentu peredaran narkoba bisa ditekan secara signifikan. Meski tak bisa menghilangkan narkoba dari Kaltara begitu saja, hal itu merupakan salah satu bentuk usaha yang perlu dilakukan agar generasi penerus Kaltara dapat terhindar dari narkoba.

Pemberantasan narkoba tidak selalu berharap dengan BNNP dan Polda Kaltara saja, masyarakat dan seluruh instansi juga sangat berperan dalam memberantas narkoba. Jika masyarakat masih acuh tak acuh dengan peredaran narkoba di Kaltara, maka peredaran narkoba terus meluas dan menjadi ancaman ke depannya. (kik)

WhatsApp
TERSEDIA VOUCHER

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *