Nilai Tukar RM Lesu, ‘Tukang Dolar’ Galau

Masa Kejayaan Jasa Tukar Uang Asing Mulai Redup

NUNUKAN – Pengaruh nilai tukar mata uang asing, termasuk Ringgit Malaysia (RM) atas mata uang Rupiah (Rp) belakangan ini dinilai kurang menggembirakan bagi pemilik money changer (tempat penukaran uang) di Nunukan. Hal ini juga diperparah dengan minat warga menukarkan uangnya ke Tukang Dolar –sebutan lain money changer di Nunukan—mulai berkurang.

Hal ini turut membuat Tukang Dolar mengeluhkan iklim penukaran uang di Nunukan dan Tawau. Tukang Dolar di Pelabuhan Tunon Taka bernama Usman misalnya. Jika belasan tahun silam, kata dia, setiap hari ada saja masyarakat yang tukar uangnya, baik ringgit ke rupiah atau sebaliknya. Kondisi itu amat berbeda dengan saat ini.

“Kadang sehari tidak ada yang tukar. Kalau pun ada, sedikit. Tidak jelas juga berapa orang,” ungkapnya belum lama ini.

Baca Juga :  BNNK Seriusi Dugaan Pengendalian Sabu dari Dalam Lapas Nunukan

Lanjut dia, jasa penukaran uang saat ini hanya mengharapkan masyarakat yang baru tiba dari Tawau Malaysia. Sementara, Tenaga Kerja Indonesia (TKI) sangat jarang mau menukarkan uangnya secara langsung. “Kalau TKI yang mau pulang kampung saja baru ada yang tukar. Kalau mau diharap setiap hari dari TKI, sangat kurang,” bebernya.

Usman berkisah, kondisi ini berbeda saat ramainya pemulangan TKI pada awal tahun 2000. Kata dia,  tahun itu Kabupaten Nunukan menjadi pintu dan tempat penampungan para TKI yang dideportasi dari Sabah. “Kalau dulu masih jaya. Banyak TKI yang tukar. Kalau sekarang sudah tidak lagi. Sekarang kalau saya lihat, Tukang Dolar juga bekurang,” tambahnya.

Soal keutungan ketika ada penukaran RM, diakuinya,  tidak seberapa. Setiap 1 ringgit, dia hanya mengambil untung sekitar Rp 600. “Itu kalau modal sendiri. Kalau pinjaman, ya dibagi dua. Kadang juga tukaran mereka kasih mahal. Misalnya, kalau keutungan hanya Rp 600 mereka kasih naik menjadi Rp 800, karena mereka bagi hasil sama yang punya modal,” jelasnya.

Baca Juga :  Pemkab Nunukan Teken MoU dengan Unhas Terkait Penyelenggaraan Pendidikan hingga SDM

Keadaan ini juga dipersulit dengan diberlakukannya kebijakan E-Pass yang diluncurkan oleh Pelindo Nunukan. Kebijakan ini mewajibkan penumpang membayar uang retribusi, baik kendaraan roda empat maupun roda dua. “Mereka bayarnya per tahun. Nah, saya kemarin diminta Rp 1 juta per tahun. Kalau tidak, buat itu kita hanya bisa di luar pelabuhan saja. Maka saya sekarang di luar saja. Beda kalau yang punya pas (paspor/tiket), bisa turun ke kapal,” tambahnya.

Perihal minat warga membeli ringgit atau rupiah, kata dia, tidak berpengaruh besar. Namun paling banyak disenangi masyarakat adalah membeli ringgit. “Kalau masyarakat beli ringit lumayan besar keutungan daripada masyarakat beli rupiah,” tambahnya. “Tapi alhamdullilah. Kalau saya kan modal sendiri, jadi tidak berpengaruh. Kalau ada dapat sehari, ya lumayan buat beli kebutuhan sehari-hari. Karena saya juga sisipkan modal untuk saya, ya walaupun sedikit tapi harus disyukuri,” bebernya.

Baca Juga :  Hujan Deras, 8 Desa di Krayan Selatan Kembali Direndam Banjir

Selain Usman, Tukang Dolar lainnya bernama Tahir juga mengaku merasakan hal serupa. Nilai tukar ringgit tak lagi sejaya dulu. Bahkan saat ini, banyak Tukang Dolar mengandalkan pelanggan tetap saja. “Itupun kalau ada pelanggan. Karena sekarang cari pelanggan sangat susah. Pelanggan ini juga tak setiap hari tukar,” ungkap pria yang sudah bertahun-tahun menjadi pengusaha money changer ini. (*/bn1)

WhatsApp
TERSEDIA VOUCHER

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *